Maaf ya mbak…sejujurnya saya nulis ini karena saya lelah mendengar sekeliling membicarakan topik Va dan keluarganya. atau sebenarnya saya menaiki ombak yang sama? well…
anyway, sejak almarhumah dan suami meninggal dunia sampai sekarang dan entah kapan, media sosial menyiarkan berita secara kronologis. Pemberitaan tidak habis sampai saat pemakaman saja, tetapi meluas sampai ke pembagian waris. wow. luar biasa.
setelah itu merembet ke latar belakang keluarga VA, hingga perebutan hak asuh putra semata wayang VA, Gala. Perebutan ini looks fishy , karena sepertinya dilatar belakangi oleh perebutan harta warisan. again. harta warisan. uwow. bukankah ini luar biasa? seperti drama ya.
Media sosial ramai, segala komentar, baik yang menghujat, berduka cita, sok bijaksana, dan sebagainya. Netizen mengeluarkan segala jejak internet yang tertinggal. Pembicaraan ini tidak hanya di tataran sosial media, tapi sampai ke pembicaraan sehari-hari di lingkungan paling dekat, yaitu lingkungan kita, baiklah….lingkungan saya.
fenomena ini begitu menukik ke dalam lingkungan sehingga dibicarakan dalam keseharian . para pembicaranya pun menjadi mendalami karakter yang ada. Setiap orang tertarik dan mencerminkan dirinya sendiri pada karakter yang dianggap dikenalnya, berasa tetangga sendiri.
Pendalaman karakter ini, misalnya bila ada yang tertarik dengan hubungan dengan VA dan suami, maka yang dibicarakan adalah bentuk cinta mereka, bagaimana kesetiaan dan hubungan kuat yang mereka tampilkan. ibu-ibu bersimpati pada anaknya, Gala yang menjadi yatim piatu . ibu-Ibu akan mbrebes mili bila membayangkan nasib Gala yang memilukan. biila tertarik dengan perebutan harta, maka anda akan menggali mengenai DS, ayah VA yang sepertinya menjadi villain dalam drama ini, karena banyaknya hujatan yang diarahkan kepada DS. Poin kehidupan yang mana yang bikin tertarik? itulah yang jadi pembicaraan.
kegelisahan saya membuncah ketika setiap orang membicarakan cerita Va ini dan berkomentar seakan ini adalah kehidupannya. seakan setiap orang berhak untuk membicarakannya dan menghakimi sesuai dengan keinginan mereka. sesungguhnya saya merasa ini sungguh menyebalkan . namun akhirnya saya juga merasa harus mengikutinya, karena amat nggak asyik saat semua orang membicarakan ini, dan saya cuma terbengong-bengong.
namun, saya sungguh merasa miris dengan fenomena ini. forum ghibah besar-besaran sudah terbentuk, dan masyarakat menyetujui secara tidak langsung bahwa berita ini wajib dibicarakan. mengapa? well, saya juga gak tau. ntar saya tanyain dulu yah.
saya ingin pembicaraan ini mulai dikurangi di media. faedahnya sungguh sangat berkurang. kedukaan kehilangan seseorang jadi mengarah ke pembicaraan yang lebih kacau dan digunakan untuk mencari uang. komodifikasi? dan ini sungguh bikin lelah. sungguh….